HADITS MUTAWATIR: Kata mutawatir Menurut bahasa arab ialah mutatabi yang bererti beriring-iringan atau berturut-turut antara satu dengan yang lain.
Sedangkan menurut istilah ialah: "Suatu hasil hadits tanggapan pancaindera, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi, yang menurut kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat untuk berdusta."
Ertinya: "Hadits Mutawatir ialah suatu (hadits) yang diriwayatkan sejumlah rawi yang menurut adat mustahil mereka bersepakat berbuat dusta, hal tersebut seimbang dari permulaan sanad hingga akhirnya, tidak terdapat kejanggalan jumlah pada setiap tingkatan."
Tidak dapat dikategorikan dalam Hadits Mutawatir, iaitu segala berita yang diriwayatkan dengan tidak bersandar pada pancaindera, seperti meriwayatkan tentang sifat-sifat manusia, baik yang terpuji maupun yang tercela, juga segala berita yang diriwayatkan oleh orang ramai, tetapi mereka berkumpul untuk bersepakat mengadakan berita-berita secara dusta.
Hadits yang dapat dijadikan pegangan dasar hukum suatu perbuatan haruslah diyakini kebenarannya. Kerana kita tidak mendengar hadits itu langsung dari Nabi Muhammad SAW, maka jalan penyampaian hadits itu atau orang-orang yang menyampaikan hadits itu harus dapat memberikan keyakinan tentang kebenaran hadits tersebut.
Dalam sejarah para perawi diketahui bagaimana cara perawi menerima dan menyampaikan hadits. Ada yang melihat atau mendengar, ada pula yang dengan tidak melalui perantaraan pancaindera, misalnya dengan lafaz diberitakan dan sebagainya. Disamping itu, dapat diketahui pula banyak atau sedikitnya orang yang meriwayatkan hadits itu.
Apabila jumlah yang meriwayatkan demikian banyak, yang secara mudah dapat diketahui bahawa semua perawi itu tidak mungkin bersepakat untuk berdusta, maka penyampaian itu adalah secara mutawatir.
SYARAT-SYARAT HADITS MUTAWATIR
Suatu hadits dapat dikatakan mutawatir apabila telah memenuhi persyaratan berikut :
1. Hadits (khabar) yang diberitakan oleh rawi-rawi tersebut harus berdasarkan tanggapan (daya tangkap) pancaindera. Ertinya bahawa berita yang disampaikan itu benar-benar merupakan hasil pemikiran semata atau rangkuman dari peristiwa-peristiwa yang lain dan yang seumpamanya, dalam erti tidak merupakan hasil tanggapan pancaindera (tidak didengar atau dilihat) sendiri oleh pemberitanya, maka tidak dapat disebut Hadits Mutawatir walaupun rawi yang memberikan itu mencapai jumlah yang banyak.
2. Bilangan para perawi mencapai suatu jumlah yang menurut adat mustahil mereka untuk berdusta. Dalam hal ini para ulama berbeza pendapat tentang batasan jumlah untuk tidak memungkinkan bersepakat dusta.
a. Abu Thayib menentukan sekurang-kurangnya 4 orang. Hal tersebut dikiaskan dengan jumlah saksi yang diperlukan oleh hakim.
b. Ashabus Syafi'e menentukan minimal 5 orang. Hal tersebut dikiaskan dengan jumlah para Nabi yang mendapatkan gelaran Ulul Azmi.
c. Sebahagian ulama menetapkan sekurang-kurangnya 20 orang. Hal tersebut berdasarkan ketentuan yang telah difirmankan Allah tentang orang-orang mukmin yang tahan uji, yang dapat mengalahkan orang-orang kafir sejumlah 200 orang (lihat surat Al-Anfal ayat 65).
d. Ulama yang lain menetapkan jumlah tersebut sekurang-kurangnya 40 orang. Hal tersebut dikiaskan dengan firman Allah:
Maksudnya: "Wahai nabi cukuplah Allah dan orang-orang yang mengikutimu (menjadi penolongmu)." (QS. Al-Anfal: 64).
3. Seimbang jumlah para perawi, sejak dalam thabaqat (lapisan/tingkatan) pertama maupun thabaqat berikutnya. Hadits Mutawatir yang memenuhi syarat-syarat seperti ini tidak banyak jumlahnya, bahkan Ibnu Hibban dan Al-Hazimi menyatakan bahawa Hadits Mutawatir tidak mungkin terdapat kerana persyaratan yang demikian ketatnya.Sedangkan Ibnu Solah berpendapat bahawa mutawatir itu memang ada, tetapi jumlahnya hanya sedikit.
Ibnu Hajar Al-Asqalani berpendapat bahawa pendapat tersebut di atas tidak benar. Ibnu Hajar mengemukakan bahawa mereka kurang menelaah jalan-jalan hadits, kelakuan dan sifat-sifat perawi yang dapat memustahilkan Hadits Mutawatir itu banyak jumlahnya sebagaimana dikemukakan dalam kitab-kitab yang masyhur bahkan ada beberapa kitab yang khusus menghimpun hadits-Hadits Mutawatir, seperti Al-Azharu al-Mutanatsirah fi al-Akhabri al-Mutawatirah, susunan Imam As-Suyuti (911 H), Nadmu al-Mutasir Mina al-Haditsi al-Mutawatir, susunan Muhammad Abdullah bin Jafar Al-Khattani (1345 H).
FAEDAH DARI HADITS MUTAWATIR
Hadits Mutawatir memberikan faedah ilmu dharuri, yakni keharusan untuk menerimanya secara bulat sesuatu yang diberitahukan mutawatir kerana ia membawa keyakinan yang qath'i (pasti), dengan seyakin-yakinnya bahawa Nabi Muhammad SAW benar-benar berkata, bercerita atau mengerjakan sesuatu seperti yang diriwayatkan oleh rawi-rawi mutawatir.
Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahawa penelitian terhadap rawi-rawi Hadits Mutawatir tentang keadilan dan kedhabitannya tidak diperlukan lagi, kerana kuantiti rawi-rawinya mencapai ketentuan yang dapat menjamin untuk tidak bersepakat berbuat dusta. Oleh kerananya wajiblah bagi setiap muslim menerima dan mengamalkan semua Hadits Mutawatir. Umat Islam telah sepakat tentang faedah Hadits Mutawatir seperti yang tersebut di atas dan bahkan orang yang mengingkari hasil ilmu dharuri dari Hadits Mutawatir sama halnya dengan mengingkari hasil ilmu dharuri yang berdasarkan musyahadah (penglibatan pancaindera).
PEMBAHAGIAN HADITS MUTAWATIR
Para ulama membahagi Hadits Mutawatir menjadi 3 (tiga) macam :
1. Hadits Mutawatir Lafzi : Muhadditsin memberi pengertian Hadits Mutawatir Lafzi (dari segi lafaz) antara lain :"Suatu (hadits) yang sama (mufakat) bunyi lafaz menurut para rawi dan demikian juga pada hukum dan maknanya."
Pengertian lain Hadits Mutawatir Lafzi adalah : "Suatu yang diriwayatkan dengan bunyi lafaznya oleh sejumlah rawi dari sejumlah rawi dari sejumlah rawi."
Contoh Hadits Mutawatir Lafzi :
"Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah ia bersedia menduduki tempat duduk di neraka."
Silsilah/urutan rawi hadits di atas ialah sebagai berikut :
Sedangkan menurut istilah ialah: "Suatu hasil hadits tanggapan pancaindera, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi, yang menurut kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat untuk berdusta."
Ertinya: "Hadits Mutawatir ialah suatu (hadits) yang diriwayatkan sejumlah rawi yang menurut adat mustahil mereka bersepakat berbuat dusta, hal tersebut seimbang dari permulaan sanad hingga akhirnya, tidak terdapat kejanggalan jumlah pada setiap tingkatan."
Tidak dapat dikategorikan dalam Hadits Mutawatir, iaitu segala berita yang diriwayatkan dengan tidak bersandar pada pancaindera, seperti meriwayatkan tentang sifat-sifat manusia, baik yang terpuji maupun yang tercela, juga segala berita yang diriwayatkan oleh orang ramai, tetapi mereka berkumpul untuk bersepakat mengadakan berita-berita secara dusta.
Hadits yang dapat dijadikan pegangan dasar hukum suatu perbuatan haruslah diyakini kebenarannya. Kerana kita tidak mendengar hadits itu langsung dari Nabi Muhammad SAW, maka jalan penyampaian hadits itu atau orang-orang yang menyampaikan hadits itu harus dapat memberikan keyakinan tentang kebenaran hadits tersebut.
Dalam sejarah para perawi diketahui bagaimana cara perawi menerima dan menyampaikan hadits. Ada yang melihat atau mendengar, ada pula yang dengan tidak melalui perantaraan pancaindera, misalnya dengan lafaz diberitakan dan sebagainya. Disamping itu, dapat diketahui pula banyak atau sedikitnya orang yang meriwayatkan hadits itu.
Apabila jumlah yang meriwayatkan demikian banyak, yang secara mudah dapat diketahui bahawa semua perawi itu tidak mungkin bersepakat untuk berdusta, maka penyampaian itu adalah secara mutawatir.
SYARAT-SYARAT HADITS MUTAWATIR
Suatu hadits dapat dikatakan mutawatir apabila telah memenuhi persyaratan berikut :
1. Hadits (khabar) yang diberitakan oleh rawi-rawi tersebut harus berdasarkan tanggapan (daya tangkap) pancaindera. Ertinya bahawa berita yang disampaikan itu benar-benar merupakan hasil pemikiran semata atau rangkuman dari peristiwa-peristiwa yang lain dan yang seumpamanya, dalam erti tidak merupakan hasil tanggapan pancaindera (tidak didengar atau dilihat) sendiri oleh pemberitanya, maka tidak dapat disebut Hadits Mutawatir walaupun rawi yang memberikan itu mencapai jumlah yang banyak.
2. Bilangan para perawi mencapai suatu jumlah yang menurut adat mustahil mereka untuk berdusta. Dalam hal ini para ulama berbeza pendapat tentang batasan jumlah untuk tidak memungkinkan bersepakat dusta.
a. Abu Thayib menentukan sekurang-kurangnya 4 orang. Hal tersebut dikiaskan dengan jumlah saksi yang diperlukan oleh hakim.
b. Ashabus Syafi'e menentukan minimal 5 orang. Hal tersebut dikiaskan dengan jumlah para Nabi yang mendapatkan gelaran Ulul Azmi.
c. Sebahagian ulama menetapkan sekurang-kurangnya 20 orang. Hal tersebut berdasarkan ketentuan yang telah difirmankan Allah tentang orang-orang mukmin yang tahan uji, yang dapat mengalahkan orang-orang kafir sejumlah 200 orang (lihat surat Al-Anfal ayat 65).
d. Ulama yang lain menetapkan jumlah tersebut sekurang-kurangnya 40 orang. Hal tersebut dikiaskan dengan firman Allah:
Maksudnya: "Wahai nabi cukuplah Allah dan orang-orang yang mengikutimu (menjadi penolongmu)." (QS. Al-Anfal: 64).
3. Seimbang jumlah para perawi, sejak dalam thabaqat (lapisan/tingkatan) pertama maupun thabaqat berikutnya. Hadits Mutawatir yang memenuhi syarat-syarat seperti ini tidak banyak jumlahnya, bahkan Ibnu Hibban dan Al-Hazimi menyatakan bahawa Hadits Mutawatir tidak mungkin terdapat kerana persyaratan yang demikian ketatnya.Sedangkan Ibnu Solah berpendapat bahawa mutawatir itu memang ada, tetapi jumlahnya hanya sedikit.
Ibnu Hajar Al-Asqalani berpendapat bahawa pendapat tersebut di atas tidak benar. Ibnu Hajar mengemukakan bahawa mereka kurang menelaah jalan-jalan hadits, kelakuan dan sifat-sifat perawi yang dapat memustahilkan Hadits Mutawatir itu banyak jumlahnya sebagaimana dikemukakan dalam kitab-kitab yang masyhur bahkan ada beberapa kitab yang khusus menghimpun hadits-Hadits Mutawatir, seperti Al-Azharu al-Mutanatsirah fi al-Akhabri al-Mutawatirah, susunan Imam As-Suyuti (911 H), Nadmu al-Mutasir Mina al-Haditsi al-Mutawatir, susunan Muhammad Abdullah bin Jafar Al-Khattani (1345 H).
FAEDAH DARI HADITS MUTAWATIR
Hadits Mutawatir memberikan faedah ilmu dharuri, yakni keharusan untuk menerimanya secara bulat sesuatu yang diberitahukan mutawatir kerana ia membawa keyakinan yang qath'i (pasti), dengan seyakin-yakinnya bahawa Nabi Muhammad SAW benar-benar berkata, bercerita atau mengerjakan sesuatu seperti yang diriwayatkan oleh rawi-rawi mutawatir.
Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahawa penelitian terhadap rawi-rawi Hadits Mutawatir tentang keadilan dan kedhabitannya tidak diperlukan lagi, kerana kuantiti rawi-rawinya mencapai ketentuan yang dapat menjamin untuk tidak bersepakat berbuat dusta. Oleh kerananya wajiblah bagi setiap muslim menerima dan mengamalkan semua Hadits Mutawatir. Umat Islam telah sepakat tentang faedah Hadits Mutawatir seperti yang tersebut di atas dan bahkan orang yang mengingkari hasil ilmu dharuri dari Hadits Mutawatir sama halnya dengan mengingkari hasil ilmu dharuri yang berdasarkan musyahadah (penglibatan pancaindera).
PEMBAHAGIAN HADITS MUTAWATIR
Para ulama membahagi Hadits Mutawatir menjadi 3 (tiga) macam :
1. Hadits Mutawatir Lafzi : Muhadditsin memberi pengertian Hadits Mutawatir Lafzi (dari segi lafaz) antara lain :"Suatu (hadits) yang sama (mufakat) bunyi lafaz menurut para rawi dan demikian juga pada hukum dan maknanya."
Pengertian lain Hadits Mutawatir Lafzi adalah : "Suatu yang diriwayatkan dengan bunyi lafaznya oleh sejumlah rawi dari sejumlah rawi dari sejumlah rawi."
Contoh Hadits Mutawatir Lafzi :
"Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah ia bersedia menduduki tempat duduk di neraka."
Silsilah/urutan rawi hadits di atas ialah sebagai berikut :
Menurut Abu Bakar Al-Bazzar, hadits tersebut diatas diriwayatkan oleh 40 orang sahabat, kemudian Imam Nawawi dalam kita Minhaju al-Muhadditsin menyatakan bahawa hadits itu diterima 200 sahabat.
2. Hadits Mutawatir maknawi : Hadits Mutawatir Maknawi adalah :
Ertinya :"Hadits yang berlainan bunyi lafaz dan maknanya, tetapi dapat diambil dari kesimpulannya atau satu makna yang umum."
Ertinya: "Hadits yang disepakati penulisannya atas maknanya tanpa menghiraukan perbedaan pada lafaz."
Jadi Hadits Mutawatir maknawi adalah Hadits Mutawatir yang para perawinya berbeza dalam menyusun redaksi hadits tersebut, namun terdapat kesesuaian atau kesamaan dalam maknanya.
Contoh :
Ertinya :"Rasulullah SAW tidak mengangkat kedua tangan beliau dalam doa-doanya selain dalam doa salat istiqa' dan beliau mengangkat tangannya, sehingga nampak putih-putih kedua ketiaknya." (HR. Bukhari Muslim)
Hadits yang semakna dengan hadits tersebut di atas ada banyak, iaitu tidak kurang dari 30 buah dengan redaksi yang berbeza-beza. Antara lain hadits-hadits yang ditakrijkan oleh Imam ahmad, Al-Hakim dan Abu Daud yang berbunyi :
Ertinya : "Rasulullah SAW mengangkat tangan sejajar dengan kedua pundak beliau."
3. Hadits Mutawatir Amali : Hadits Mutawatir Amali adalah :
Ertinya :"Sesuatu yang mudah dapat diketahui bahawa hal itu berasal dari agama dan telah mutawatir di antara kaum muslimin bahawa Nabi melakukannya atau memerintahkan untuk melakukannya atau serupa dengan itu."
Contoh :
Kita melihat dimana saja bahawa solat Zuhur dilakukan dengan jumlah rakaat sebanyak 4(empat) rakaat dan kita tahu bahawa hal itu adalah perbuatan yang diperintahkan oleh Islam dan kita mempunyai sangkaan kuat (harapan) bahawa Nabi Muhammad SAW melakukannya atau memerintahkannya demikian.
Di samping pembahagian Hadits Mutawatir sebagimana tersebut di atas, juga ulama yang membahagi Hadits Mutawatir menjadi 2 (dua) macam saja. Mereka memasukkan Hadits Mutawatir amali ke dalam mutawatir maknawi. Oleh kerananya Hadits Mutawatir hanya dibahagi menjadi mutawatir lafzi dan mutawatir maknawi.
No comments:
Post a Comment