Abu Daud atau nama lengkapnya ialah Sulaiman bin al-Asy'as bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin 'Amr al-Azdi as-Sijistani, seorang imam ahli hadits yang sangat teliti. Tokoh terkemuka para ahli hadits setelah dua imam hadits Bukhari dan Muslim serta pengarang kitab Sunan Abu Daud. Ia dilahirkan pada tahun 202 H/817 M di Sijistan.
Sejak kecilnya Abu Daud sudah mencintai ilmu dan para ulama, bergaul dengan mereka untuk menikmati dan menimba ilmunya. Belum lagi mencapai usia dewasa, ia telah mempersiapkan dirinya untuk melakukan perantaun , mengelilingi berbagai negeri. Ia belajar hadits dari para ulama yang tidak sedikit jumlahnya, yang dijumpainya di Hijaz, Syam, Mesir, Irak, Jazirah, Sagar, Khurasan dan negeri-negeri lain.
Merantau ke berbagai negeri ini membantunya untuk memperoleh pengetahuan luas tentang hadits, kemudian hadits-hadits yang diperolehnya itu disaring dan hasil penyaringannya dikumpul dalam kitab As-Sunan. Abu Daud mengunjungi Baghdad berkali-kali. Di sana ia mengajarkan hadits dan fiqh kepada para penduduk Baghdad dengan menggunakan kitab Sunan sebagai pegangannya. Kitab Sunan karyanya itu diperlihatkannya kepada tokoh ulama hadits, Ahmad bin Hanbal.
Dengan bangga Imam Ahmad memujinya sebagai kitab yang sangat indah dan baik. Kemudian Abu Daud menetap di Basrah atas permintaan gabenor setempat yang menghendaki supaya Basrah menjadi "Ka'bah" bagi para ilmuwan dan peminat hadits.
Guru-gurunya
Para ulama yang menjadi guru Imam Abu Daud banyak jumlahnya. Di antaranya guru-guru yang paling terkemuka ialah Ahmad bin Hanbal, al-Qa'nabi, Abu 'Amr ad-Darir, Muslim bin Ibrahim, Abdullah bin Raja', Abu'l Walid at-Tayalisi dan lain-lain. Sebahagian gurunya ada pula yang menjadi guru Imam Bukhari dan Imam Muslim, seperti Ahmad bin Hanbal, Usman bin Abi Syaibah dan Qutaibah bin Sa'id.
Murid-muridnya (Para Ulama yang Mewarisi Haditsnya)
Ulama-ulama yang mewarisi haditsnya dan mengambil ilmunya, antara lain Abu 'Isa at-Tirmidzi, Abu Abdur Rahman an-Nasa'i, putranya sendiri Abu Bakar bin Abu Daud, Abu Awanah, Abu Sa'id al-A'rabi, Abu Ali al-Lu'lu'i, Abu Bakar bin Dassah, Abu Salim Muhammad bin Sa'id al-Jaldawi dan lain-lain.
Cukuplah sebagai bukti pentingnya Abu Daud, bahawa salah seorang gurunya, Ahmad bin Hanbal pernah meriwayatkan dan menulis sebuah hadits yang diterima daripadanya. Hadits tersebut ialah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, dari Hammad bin Salamah dari Abu Ma'syar ad-Darami, dari ayahnya, sebagai berikut: "Rasulullah sollallaahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang 'atirah, maka ia menilainya baik."
Akhlak dan Sifat-sifatnya yang Terpuji
Abu Daud adalah salah seorang ulama yang mengamalkan ilmunya dan mencapai darjat tinggi dalam ibadah, kesucian diri, wara' dan soleh. Ia adalah seorang muslim mukmin yang patut diteladani perilaku, ketenangan jiwa dan keperibadiannya. Sifat-sifat Abu Daud ini telah diungkapkan oleh sebahagian ulama dengan menyatakan:
"Abu Daud menyerupai Ahmad bin Hanbal dalam perilakunya, ketenangan jiwa dan kebagusan pandangannya serta keperibadiannya.
Ahmad dalam sifat-sifat ini menyerupai Waki', Waki menyerupai Sufyan as-Sauri, Sufyan menyerupai Mansur, Mansur menyerupai Ibrahim an-Nakha'i, Ibrahim menyerupai 'Alqamah dan Alqamah menyerupai Ibn Mas'ud. Sedangkan Ibn Mas'ud sendiri menyerupai Nabi sollallaahu ‘alaihi wasallam dalam sifat-sifat tersebut." Sifat dan keperibadian yang mulia seperti ini menunjukkan atas kesempurnaan beragama, tingkah laku dan akhlak.
Abu Daud mempunyai pandangan dan falsafah sendiri dalam cara berpakaian. Salah satu lengan bajunya lebar namun yang satunya lebih kecil dan sempit. Seseorang yang melihatnya bertanya tentang hal ini, ia menjawab: "Lengan baju yang lebar ini digunakan untuk membawa kitab-kitab, sedang yang satunya lagi tidak diperlukan. Jadi, kalau dibuat lebar, hanyalah berlebih-lebihan.
Pujian Para Ulama Kepadanya
Abu Daud juga merupakan "Panji Islam" dan seorang hafiz yang sempurna, ahli fiqh dan berpengetahuan luas terhadap hadits dan ilat-ilatnya (kecacatannya). Ia memperoleh penghargaan dan pujian dari para ulama, terutama dari gurunya sendiri, Ahmad bin Hanbal. Al-Hafiz Musa bin Harun berkata mengenai Abu Daud:
"Abu Daud diciptakan di dunia hanya untuk hadits, dan di akhirat untuk syurga. Aku tidak melihat orang yang lebih utama melebihi dia."
Sahal bin Abdullah At-Tistari, seorang yang alim mengunjungi Abu Daud. Lalu dikatakan kepadanya: "Ini adalah Sahal, datang berkunjung kepada tuan. "Abu Daud pun menyambutnya dengan hormat dan mempersilakan duduk. Kemudian Sahal berkata: "Wahai Abu Daud, saya ada keperluan kepadamu." Ia bertanya: "Keperluan apa?" "Ya, akan saya utarakan nanti, asalkan engkau berjanji akan memenuhinya sedapat mungkin," jawab Sahal. "Ya, aku penuhi maksudmu selama aku mampu," jawab Abu Daud.
Lalu Sahal berkata: "Jujurkanlah lidahmu yang engkau pergunakan untuk meriwayatkan hadits dari Rasulullah sollallaahu ‘alaihi wasallam sehingga aku dapat menciumnya." Abu Daud pun lalu menjulurkan lidahnya yang kemudian dicium oleh Sahal.
Ketika Abu Daud menyusun kitab Sunan, Ibrahim al-Harbi, seorang ulama ahli hadits berkata: "Hadits telah dilunakkan bagi Abu Daud, sebagaimana besi dilunakkan bagi Nabi Daud." Ungkapan ini adalah kata-kata simbolik dan perumpamaan yang menunjukkan atas keutamaan dan keunggulan seseorang di bidang penyusunan hadits. Ia telah mempermudah yang sulit, mendekatkan yang jauh dan memudahkan yang masih rumit dan pelik.
Abu Bakar al-Khallal, ahli hadits dan fiqh terkemuka yang bermazhab Hanbali, menggambarkan Abu Daud sebagai berikut; Abu Daud Sulaiman bin al-Asy'as, imam terkemuka pada zamannya adalah seorang tokoh yang telah menggali beberapa bidang ilmu dan mengetahui tempat-tempatnya, dan tiada seorang pun pada masanya yang dapat mendahului atau menandinginya. Abu Bakar al-Asbihani dan Abu Bakar bin Sadaqah sentiasa menyinggung-nyingung Abu Daud kerana ketinggian darjatnya, dan selalu menyebut-nyebutnya dengan pujian yang tidak pernah mereka berikan kepada siapa pun pada masanya.
Mazhab Fiqh Abu Daud
Syaikh Abu Ishaq asy-Syairazi dalam asy-Syairazi dalam Tabaqatul-Fuqaha-nya menggolongkan Abu Daud ke dalam kelompok murid-murid Imam Ahmad. Demikian juga Qadi Abu'l-Husain Muhammad bin al-Qadi Abu Ya'la (wafat 526 H) dalam Tabaqatul-Hanabilah-nya. Penilaian ini nampaknya disebabkan oleh Imam Ahmad merupakan gurunya yang istimewa. Menurut satu pendapat, Abu Daud adalah bermazhab Syafi'i. Menurut pendapat yang lain, ia adalah seorang mujtahid sebagaimana dapat dilihat pada gaya susunan dan sistematik Sunannya. Lebih-lebih lagi kemampuan berijtihad merupakan salah satu sifat khas para imam hadits pada masa sebelumnya.
Memandang Tinggi Kedudukan Ilmu dan Ulama
Sikap Abu Daud yang memandang tinggi terhadap kedudukan ilmu dan ulama ini dapat dilihat pada kisah berikut sebagaimana dituturkan, dengan sanad lengkap, oleh Imam al-Khattabi, dari Abu Bakar bin Jabir, pembantu Abu Daud. Ia berkata:
"Aku bersama Abu Daud tinggal di Baghdad. Pada suatu waktu, ketika kami selesai menunaikan solat Maghrib, tiba-tiba pintu rumah diketuk orang, lalu aku membukanya dan seorang hambanya melaporkan bahawa Amir Abu Ahmad al-Muwaffaq mohon izin untuk masuk. Kemudian aku melapor kepada Abu Daud tentang tetamu ini, dan ia pun mengizinkan. Amir pun masuk, lalu duduk. Tak lama kemudian Abu Daud menemuinya seraya berkata: "Gerangan apakah yang membawamu datang ke sini pada saat seperti ini?"
"Tiga kepentingan," jawab Amir. "Kepentingan apa?" tanyanya. Amir menjelaskan, "Hendaknya tuan berpindah ke Basrah dan menetap di sana, supaya para penuntut ilmu dari berbagai penjuru dunia datang belajar kepada tuan; dengan demikian Basrah akan makmur kembali. Ini mengingatkan bahawa Basrah telah hancur dan ditinggalkan orang akibat tragedi Zenji."
Abu Daud berkata: "Itu yang pertama, sebutkan yang kedua!"
"Hendaknya tuan berkenan mengajarkan kitab Sunan kepada putera-puteraku," kata Amir.
"Ya, ketiga?" Tanya Abu Daud kembali.
Amir menerangkan: "Hendaknya tuan mengadakan majlis tersendiri untuk mengajarkan hadits kepada putera-putera khalifah, sebab mereka tidak mahu duduk bersama-sama dengan orang awam."
Abu Daud menjawab: "Permintaan ketiga tidak dapat aku penuhi; sebab manusia itu baik yang terhormat mahupun rakyat melarat, dalam bidang ilmu sama sahaja."
Ibn Jabir menjelaskan: "Maka sejak itu putera-putera khalifah hadir dan duduk bersama di majlis ta’lim; hanya saja di antara mereka dengan orang awam di pasang tirai, dengan demikian mereka dapat belajar bersama-sama."
Maka hendaknya para ulama tidak mendatangi para raja dan penguasa, tetapi merekalah yang harus datang kepada para ulama. Dan kesamaan darjat dalam ilmu dan pengetahuan ini, hendaklah dikembangkan sebagaimana yang telah dilakukan Abu Daud tersebut.
Sejak kecilnya Abu Daud sudah mencintai ilmu dan para ulama, bergaul dengan mereka untuk menikmati dan menimba ilmunya. Belum lagi mencapai usia dewasa, ia telah mempersiapkan dirinya untuk melakukan perantaun , mengelilingi berbagai negeri. Ia belajar hadits dari para ulama yang tidak sedikit jumlahnya, yang dijumpainya di Hijaz, Syam, Mesir, Irak, Jazirah, Sagar, Khurasan dan negeri-negeri lain.
Merantau ke berbagai negeri ini membantunya untuk memperoleh pengetahuan luas tentang hadits, kemudian hadits-hadits yang diperolehnya itu disaring dan hasil penyaringannya dikumpul dalam kitab As-Sunan. Abu Daud mengunjungi Baghdad berkali-kali. Di sana ia mengajarkan hadits dan fiqh kepada para penduduk Baghdad dengan menggunakan kitab Sunan sebagai pegangannya. Kitab Sunan karyanya itu diperlihatkannya kepada tokoh ulama hadits, Ahmad bin Hanbal.
Dengan bangga Imam Ahmad memujinya sebagai kitab yang sangat indah dan baik. Kemudian Abu Daud menetap di Basrah atas permintaan gabenor setempat yang menghendaki supaya Basrah menjadi "Ka'bah" bagi para ilmuwan dan peminat hadits.
Guru-gurunya
Para ulama yang menjadi guru Imam Abu Daud banyak jumlahnya. Di antaranya guru-guru yang paling terkemuka ialah Ahmad bin Hanbal, al-Qa'nabi, Abu 'Amr ad-Darir, Muslim bin Ibrahim, Abdullah bin Raja', Abu'l Walid at-Tayalisi dan lain-lain. Sebahagian gurunya ada pula yang menjadi guru Imam Bukhari dan Imam Muslim, seperti Ahmad bin Hanbal, Usman bin Abi Syaibah dan Qutaibah bin Sa'id.
Murid-muridnya (Para Ulama yang Mewarisi Haditsnya)
Ulama-ulama yang mewarisi haditsnya dan mengambil ilmunya, antara lain Abu 'Isa at-Tirmidzi, Abu Abdur Rahman an-Nasa'i, putranya sendiri Abu Bakar bin Abu Daud, Abu Awanah, Abu Sa'id al-A'rabi, Abu Ali al-Lu'lu'i, Abu Bakar bin Dassah, Abu Salim Muhammad bin Sa'id al-Jaldawi dan lain-lain.
Cukuplah sebagai bukti pentingnya Abu Daud, bahawa salah seorang gurunya, Ahmad bin Hanbal pernah meriwayatkan dan menulis sebuah hadits yang diterima daripadanya. Hadits tersebut ialah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, dari Hammad bin Salamah dari Abu Ma'syar ad-Darami, dari ayahnya, sebagai berikut: "Rasulullah sollallaahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang 'atirah, maka ia menilainya baik."
Akhlak dan Sifat-sifatnya yang Terpuji
Abu Daud adalah salah seorang ulama yang mengamalkan ilmunya dan mencapai darjat tinggi dalam ibadah, kesucian diri, wara' dan soleh. Ia adalah seorang muslim mukmin yang patut diteladani perilaku, ketenangan jiwa dan keperibadiannya. Sifat-sifat Abu Daud ini telah diungkapkan oleh sebahagian ulama dengan menyatakan:
"Abu Daud menyerupai Ahmad bin Hanbal dalam perilakunya, ketenangan jiwa dan kebagusan pandangannya serta keperibadiannya.
Ahmad dalam sifat-sifat ini menyerupai Waki', Waki menyerupai Sufyan as-Sauri, Sufyan menyerupai Mansur, Mansur menyerupai Ibrahim an-Nakha'i, Ibrahim menyerupai 'Alqamah dan Alqamah menyerupai Ibn Mas'ud. Sedangkan Ibn Mas'ud sendiri menyerupai Nabi sollallaahu ‘alaihi wasallam dalam sifat-sifat tersebut." Sifat dan keperibadian yang mulia seperti ini menunjukkan atas kesempurnaan beragama, tingkah laku dan akhlak.
Abu Daud mempunyai pandangan dan falsafah sendiri dalam cara berpakaian. Salah satu lengan bajunya lebar namun yang satunya lebih kecil dan sempit. Seseorang yang melihatnya bertanya tentang hal ini, ia menjawab: "Lengan baju yang lebar ini digunakan untuk membawa kitab-kitab, sedang yang satunya lagi tidak diperlukan. Jadi, kalau dibuat lebar, hanyalah berlebih-lebihan.
Pujian Para Ulama Kepadanya
Abu Daud juga merupakan "Panji Islam" dan seorang hafiz yang sempurna, ahli fiqh dan berpengetahuan luas terhadap hadits dan ilat-ilatnya (kecacatannya). Ia memperoleh penghargaan dan pujian dari para ulama, terutama dari gurunya sendiri, Ahmad bin Hanbal. Al-Hafiz Musa bin Harun berkata mengenai Abu Daud:
"Abu Daud diciptakan di dunia hanya untuk hadits, dan di akhirat untuk syurga. Aku tidak melihat orang yang lebih utama melebihi dia."
Sahal bin Abdullah At-Tistari, seorang yang alim mengunjungi Abu Daud. Lalu dikatakan kepadanya: "Ini adalah Sahal, datang berkunjung kepada tuan. "Abu Daud pun menyambutnya dengan hormat dan mempersilakan duduk. Kemudian Sahal berkata: "Wahai Abu Daud, saya ada keperluan kepadamu." Ia bertanya: "Keperluan apa?" "Ya, akan saya utarakan nanti, asalkan engkau berjanji akan memenuhinya sedapat mungkin," jawab Sahal. "Ya, aku penuhi maksudmu selama aku mampu," jawab Abu Daud.
Lalu Sahal berkata: "Jujurkanlah lidahmu yang engkau pergunakan untuk meriwayatkan hadits dari Rasulullah sollallaahu ‘alaihi wasallam sehingga aku dapat menciumnya." Abu Daud pun lalu menjulurkan lidahnya yang kemudian dicium oleh Sahal.
Ketika Abu Daud menyusun kitab Sunan, Ibrahim al-Harbi, seorang ulama ahli hadits berkata: "Hadits telah dilunakkan bagi Abu Daud, sebagaimana besi dilunakkan bagi Nabi Daud." Ungkapan ini adalah kata-kata simbolik dan perumpamaan yang menunjukkan atas keutamaan dan keunggulan seseorang di bidang penyusunan hadits. Ia telah mempermudah yang sulit, mendekatkan yang jauh dan memudahkan yang masih rumit dan pelik.
Abu Bakar al-Khallal, ahli hadits dan fiqh terkemuka yang bermazhab Hanbali, menggambarkan Abu Daud sebagai berikut; Abu Daud Sulaiman bin al-Asy'as, imam terkemuka pada zamannya adalah seorang tokoh yang telah menggali beberapa bidang ilmu dan mengetahui tempat-tempatnya, dan tiada seorang pun pada masanya yang dapat mendahului atau menandinginya. Abu Bakar al-Asbihani dan Abu Bakar bin Sadaqah sentiasa menyinggung-nyingung Abu Daud kerana ketinggian darjatnya, dan selalu menyebut-nyebutnya dengan pujian yang tidak pernah mereka berikan kepada siapa pun pada masanya.
Mazhab Fiqh Abu Daud
Syaikh Abu Ishaq asy-Syairazi dalam asy-Syairazi dalam Tabaqatul-Fuqaha-nya menggolongkan Abu Daud ke dalam kelompok murid-murid Imam Ahmad. Demikian juga Qadi Abu'l-Husain Muhammad bin al-Qadi Abu Ya'la (wafat 526 H) dalam Tabaqatul-Hanabilah-nya. Penilaian ini nampaknya disebabkan oleh Imam Ahmad merupakan gurunya yang istimewa. Menurut satu pendapat, Abu Daud adalah bermazhab Syafi'i. Menurut pendapat yang lain, ia adalah seorang mujtahid sebagaimana dapat dilihat pada gaya susunan dan sistematik Sunannya. Lebih-lebih lagi kemampuan berijtihad merupakan salah satu sifat khas para imam hadits pada masa sebelumnya.
Memandang Tinggi Kedudukan Ilmu dan Ulama
Sikap Abu Daud yang memandang tinggi terhadap kedudukan ilmu dan ulama ini dapat dilihat pada kisah berikut sebagaimana dituturkan, dengan sanad lengkap, oleh Imam al-Khattabi, dari Abu Bakar bin Jabir, pembantu Abu Daud. Ia berkata:
"Aku bersama Abu Daud tinggal di Baghdad. Pada suatu waktu, ketika kami selesai menunaikan solat Maghrib, tiba-tiba pintu rumah diketuk orang, lalu aku membukanya dan seorang hambanya melaporkan bahawa Amir Abu Ahmad al-Muwaffaq mohon izin untuk masuk. Kemudian aku melapor kepada Abu Daud tentang tetamu ini, dan ia pun mengizinkan. Amir pun masuk, lalu duduk. Tak lama kemudian Abu Daud menemuinya seraya berkata: "Gerangan apakah yang membawamu datang ke sini pada saat seperti ini?"
"Tiga kepentingan," jawab Amir. "Kepentingan apa?" tanyanya. Amir menjelaskan, "Hendaknya tuan berpindah ke Basrah dan menetap di sana, supaya para penuntut ilmu dari berbagai penjuru dunia datang belajar kepada tuan; dengan demikian Basrah akan makmur kembali. Ini mengingatkan bahawa Basrah telah hancur dan ditinggalkan orang akibat tragedi Zenji."
Abu Daud berkata: "Itu yang pertama, sebutkan yang kedua!"
"Hendaknya tuan berkenan mengajarkan kitab Sunan kepada putera-puteraku," kata Amir.
"Ya, ketiga?" Tanya Abu Daud kembali.
Amir menerangkan: "Hendaknya tuan mengadakan majlis tersendiri untuk mengajarkan hadits kepada putera-putera khalifah, sebab mereka tidak mahu duduk bersama-sama dengan orang awam."
Abu Daud menjawab: "Permintaan ketiga tidak dapat aku penuhi; sebab manusia itu baik yang terhormat mahupun rakyat melarat, dalam bidang ilmu sama sahaja."
Ibn Jabir menjelaskan: "Maka sejak itu putera-putera khalifah hadir dan duduk bersama di majlis ta’lim; hanya saja di antara mereka dengan orang awam di pasang tirai, dengan demikian mereka dapat belajar bersama-sama."
Maka hendaknya para ulama tidak mendatangi para raja dan penguasa, tetapi merekalah yang harus datang kepada para ulama. Dan kesamaan darjat dalam ilmu dan pengetahuan ini, hendaklah dikembangkan sebagaimana yang telah dilakukan Abu Daud tersebut.
Kematiannya.
Setelah mengalami kehidupan penuh berkat yang diisi dengan aktiviti ilmiah, menghimpun dan menyebarluaskan hadits, Abu Daud meninggal dunia di Basrah yang dijadikannya sebagai tempat tinggal atas permintaan Amir sebagaimana telah diceritakan. Ia wafat pada tanggal 16 Syawwal 275 H/889M.
Karya-karyanya
Imam Abu Daud banyak memiliki karya, antara lain:
1. Kitab as-Sunan (Sunan Abu Daud).
2. Kitab al-Marasil.
3. Kitab al-Qadar.
4. An-Nasikh wal-Mansukh.
5. Fadha'il al-A'mal.
6. Kitab Az-Zuhd.
7. Dalaa'ilun Nubuwah.
8. Ibtidaa' il-Wahyu.
9. Ahbar al-Khawarij.
Di antara karya-karya tersebut yang paling bernilai tinggi adalah Sunan Abi Daud.
Metode Penyusunan Sunannya
Karya-karya di bidang hadits, kitab-kitab Jami' Musnad dan sebagainya disamping berisi hadits-hadits hukum, juga memuatkan hadits-hadits yang berkenaan dengan amal-amal yang terpuji (fada'ilul amal) kisah-kisah, nasihat-nasihat (mawa'iz), adab dan tafsir.
Abu Daud menyusun kitabnya, khusus hanya memuat hadits-hadits hukum dan sunnah-sunnah yang menyangkut hukum. Ketika selesai menyusun kitabnya itu kepada Imam Ahmad bin Hanbal, dan Ibn Hanbal memujinya sebagai kitab yang indah dan baik.
Abu Daud dalam sunannya tidak hanya mencantumkan hadits-hadits sahih semata-mata sebagaimana yang telah dilakukan Imam Bukhari dan Imam Muslim, tetapi ia memasukkan pula kedalamnya hadits sahih, hadits hasan, hadits dha'if yang tidak terlalu lemah dan hadits yang tidak disepakati oleh para imam untuk ditinggalkannya. Hadits-hadits yang sangat lemah, dijelaskan kelemahannya.
Cara yang diterapkan dalam kitabnya itu dapat diketahui dari suratnya yang ia kirimkan kepada penduduk Makkah sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan mereka mengenai kitab Sunannya. Abu Daud menulis:
"Aku mendengar dan menulis hadits Rasulullah sollallaahu ‘alaihi wasallam sebanyak 500,000hadits. Dari jumlah itu, aku memilih sebanyak 4,800 hadits yang kemudian aku tuliskan dalam kitab Sunan ini. Dalam kitab tersebut aku himpun hadits-hadits sahih, semi sahih dan yang mendekati sahih. Dalam kitab itu aku tidak mencantumkan sebuah hadits pun yang telah disepakati oleh orang ramai untuk ditinggalkan. Segala hadits yang mengandung kelemahan yang melampau, aku perjelaskan, kerana hadits seperti ini ada yang tidak sahih sanadnya.
Adapun hadits yang tidak kami beri penjelasan sedikit pun, maka hadits tersebut bernilai sahil, dan sebahagian dari hadits yang sahih ini ada yang lebih sahih daripada yang lain. Kami tidak mengetahui sebuah kitab, sesudah al-Qur'an, yang harus dipelajari selain daripada kitab ini.
Empat buah hadits saja dari kitab ini sudah cukup menjadi pegangan setiap orang. Hadits tersebut adalah:
Pertama: "Segala amal itu hanyalah menurut niatnya, dan tiap-tiap orang memperoleh apa yang ia niatkan. Kerana itu maka barang siapa berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya pula. Dan barang siapa hijrahnya kerana untuk mendapatkan dunia atau kerana perempuan yang ingin dikahwininya, maka hijrahnya hanyalah kepada apa yang dia hijrah kepadanya itu."
Kedua: "Termasuk kebaikan Islam seseorang itu ialah meninggalkan apa yang tidak berguna baginya."
Ketiga: "Tidaklah seseorang beriman menjadi mukmin sejati sebelum ia merelakan untuk saudaranya apa-apa yang ia rela untuk dirinya."
Keempat: "Yang halal itu sudah jelas, dan yang haram pun telah jelas pula. Di antara keduanya terdapat hal-hal syubhat (atau samar) yang tidak diketahui oleh kebanyakkan orang. Barang siapa menghindari syubhat, maka ia telah membersihkan agama dan kehormatan dirinya; dan barang siapa terjerumus ke dalam syubhat, maka ia telah terjerumus ke dalam perbuatan haram, ibarat penggembala yang menggembalakan ternaknya di tempat terlarang. Ketahuilah, sesungguhnya setiap penguasa itu mempunyai larangan. Ketahuilah, sesungguhnya larangan Allah adalah segala yang diharamkan-Nya. Ingatlah, di dalam tubuh ini terdapat sepotong daging, jika ia baik, maka baik pulalah semua tubuh dan jika rosak maka rosak pula seluruh tubuh. Ketahuilah, ia adalah hati."
Demikianlah penegasan Abu Daud dalam suratnya. Perkataan Abu Daud itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
Hadits pertama adalah ajaran tentang niat dan keikhlasan yang merupakan asas utama bagi semua amal perbuatan diniah dan duniawiah.
Hadits kedua merupakan tuntunan dan dorongan bagi umat Islam agar selalu melakukan setiap perkara yang bermanfaat bagi agama dan dunia.
Hadits ketiga, mengatur tentang hak-hak keluarga dan jiran tetangga, berlaku baik dalam pergaulan dengan orang lain, meninggalkan sifat-sifat ego dan sombong, dan membuang sifat iri, dengki dan benci, dari hati masing-masing.
Hadits keempat merupakan dasar utama bagi pengetahuan tentang halal haram, serta cara memperoleh atau mencapai sifat wara', iaitu dengan cara menjauhi hal-hal musykil yang samar dan masih diperbahaskan status hukumnya oleh para ulama.
Dengan hadits ini nyatalah bahawa keempat hadits di atas, secara umum, telah cukup untuk membawa dan menciptakan kebahagiaan.
Komen Para Ulama Mengenai Kitab Sunan Abu Daud
Ramai kalangan ulama yang memuji kitab Sunan ini. Hujjatul Islam, Imam Abu Hamid al-Ghazali berkata: "Sunan Abu Daud sudah cukup bagi para mujtahid untuk mengetahui hadits-hadits ahkam." Demikian juga dua imam besar, An-Nawawi dan Ibnu al-Qayyim Al-Jauziyyah memberikan pujian terhadap kitab Sunan ini bahkan beliau menjadikan kitab ini sebagai pegangan utama di dalam pengambilan hukum.
Hadith-hadith Sunan Abu Daud yang Dikritik
Imam Al-Hafiz Ibnu al-Jauzi telah mengkritik beberapa hadits yang dicantumkan oleh Abu Daud dalam Sunannya dan melihatnya sebagai hadits-hadits maudhu' (palsu). Jumlah hadits tersebut sebanyak 9 buah hadith. Walaupun demikian, Ibnu al- Jauzi itu dikenali sebagai ulama yang terlalu mudah mengatakan "palsu", namun kritik-kritik telah ditanggapi dan sekaligus dibantah oleh sebahagian ahli hadits, seperti Jalaluddin as-Suyuti.
Dan andaikata kita menerima kritik yang dilontarkan Ibnu al-Jauzi tersebut, maka sebenarnya hadits-hadits yang dikritiknya itu sedikit sekali jumlahnya, dan hampir tidak ada pengaruhnya terhadap ribuan hadits yang terkandung di dalam kitab Sunan tersebut. Kerana itu kami melihat bahawa hadits-hadits yang dikritik tersebut tidak mengurangi sedikit pun nilai kitab Sunan sebagai rujukan utama yang dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya.
Jumlah Hadits Sunan Abu Daud
Di atas telah disebutkan bahawa isi Sunan Abu Daud itu memuat hadits sebanyak 4,800 buah hadits. Namun sebahagian ulama ada yang menghitungnya sebanyak 5,274 buah hadits. Perbezaan jumlah ini kerana sebahagian orang yang menghitungnya memandang sebuah hadith yang diulang-ulang sebagai satu hadits, namun yang lain menganggapnya sebagai dua hadits atau lebih. Dua jalan periwayatan hadits atau lebih ini telah dikenal di kalangan ahli hadits.
Abu Daud membahagi kitab Sunannya menjadi beberapa kitab ( Kategori Tajuk ), dan tiap-tiap kitab dibahagi pula ke dalam beberapa bab. Jumlah kitab sebanyak 35 buah, di antaranya ada 3 kitab yang tidak dibahagi ke dalam bab-bab. Sedangkan jumlah bab sebanyak 1,871 buah bab.
Sumber:
1. Kitab Hadith Shahih yang Enam, Muhammad Muhammad Abu Syuhbah.
2. http://www.skdoj.net/index.php?option=com_content&view=article&id=186:sejarah-hidup-6-enam-tokoh-penghimpun-hadith&catid=72:artikel&limitstart=3 dengan sedikit pengubahsuaian bahasa agar mudah difahami.
Karya-karyanya
Imam Abu Daud banyak memiliki karya, antara lain:
1. Kitab as-Sunan (Sunan Abu Daud).
2. Kitab al-Marasil.
3. Kitab al-Qadar.
4. An-Nasikh wal-Mansukh.
5. Fadha'il al-A'mal.
6. Kitab Az-Zuhd.
7. Dalaa'ilun Nubuwah.
8. Ibtidaa' il-Wahyu.
9. Ahbar al-Khawarij.
Di antara karya-karya tersebut yang paling bernilai tinggi adalah Sunan Abi Daud.
Metode Penyusunan Sunannya
Karya-karya di bidang hadits, kitab-kitab Jami' Musnad dan sebagainya disamping berisi hadits-hadits hukum, juga memuatkan hadits-hadits yang berkenaan dengan amal-amal yang terpuji (fada'ilul amal) kisah-kisah, nasihat-nasihat (mawa'iz), adab dan tafsir.
Abu Daud menyusun kitabnya, khusus hanya memuat hadits-hadits hukum dan sunnah-sunnah yang menyangkut hukum. Ketika selesai menyusun kitabnya itu kepada Imam Ahmad bin Hanbal, dan Ibn Hanbal memujinya sebagai kitab yang indah dan baik.
Abu Daud dalam sunannya tidak hanya mencantumkan hadits-hadits sahih semata-mata sebagaimana yang telah dilakukan Imam Bukhari dan Imam Muslim, tetapi ia memasukkan pula kedalamnya hadits sahih, hadits hasan, hadits dha'if yang tidak terlalu lemah dan hadits yang tidak disepakati oleh para imam untuk ditinggalkannya. Hadits-hadits yang sangat lemah, dijelaskan kelemahannya.
Cara yang diterapkan dalam kitabnya itu dapat diketahui dari suratnya yang ia kirimkan kepada penduduk Makkah sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan mereka mengenai kitab Sunannya. Abu Daud menulis:
"Aku mendengar dan menulis hadits Rasulullah sollallaahu ‘alaihi wasallam sebanyak 500,000hadits. Dari jumlah itu, aku memilih sebanyak 4,800 hadits yang kemudian aku tuliskan dalam kitab Sunan ini. Dalam kitab tersebut aku himpun hadits-hadits sahih, semi sahih dan yang mendekati sahih. Dalam kitab itu aku tidak mencantumkan sebuah hadits pun yang telah disepakati oleh orang ramai untuk ditinggalkan. Segala hadits yang mengandung kelemahan yang melampau, aku perjelaskan, kerana hadits seperti ini ada yang tidak sahih sanadnya.
Adapun hadits yang tidak kami beri penjelasan sedikit pun, maka hadits tersebut bernilai sahil, dan sebahagian dari hadits yang sahih ini ada yang lebih sahih daripada yang lain. Kami tidak mengetahui sebuah kitab, sesudah al-Qur'an, yang harus dipelajari selain daripada kitab ini.
Empat buah hadits saja dari kitab ini sudah cukup menjadi pegangan setiap orang. Hadits tersebut adalah:
Pertama: "Segala amal itu hanyalah menurut niatnya, dan tiap-tiap orang memperoleh apa yang ia niatkan. Kerana itu maka barang siapa berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya pula. Dan barang siapa hijrahnya kerana untuk mendapatkan dunia atau kerana perempuan yang ingin dikahwininya, maka hijrahnya hanyalah kepada apa yang dia hijrah kepadanya itu."
Kedua: "Termasuk kebaikan Islam seseorang itu ialah meninggalkan apa yang tidak berguna baginya."
Ketiga: "Tidaklah seseorang beriman menjadi mukmin sejati sebelum ia merelakan untuk saudaranya apa-apa yang ia rela untuk dirinya."
Keempat: "Yang halal itu sudah jelas, dan yang haram pun telah jelas pula. Di antara keduanya terdapat hal-hal syubhat (atau samar) yang tidak diketahui oleh kebanyakkan orang. Barang siapa menghindari syubhat, maka ia telah membersihkan agama dan kehormatan dirinya; dan barang siapa terjerumus ke dalam syubhat, maka ia telah terjerumus ke dalam perbuatan haram, ibarat penggembala yang menggembalakan ternaknya di tempat terlarang. Ketahuilah, sesungguhnya setiap penguasa itu mempunyai larangan. Ketahuilah, sesungguhnya larangan Allah adalah segala yang diharamkan-Nya. Ingatlah, di dalam tubuh ini terdapat sepotong daging, jika ia baik, maka baik pulalah semua tubuh dan jika rosak maka rosak pula seluruh tubuh. Ketahuilah, ia adalah hati."
Demikianlah penegasan Abu Daud dalam suratnya. Perkataan Abu Daud itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
Hadits pertama adalah ajaran tentang niat dan keikhlasan yang merupakan asas utama bagi semua amal perbuatan diniah dan duniawiah.
Hadits kedua merupakan tuntunan dan dorongan bagi umat Islam agar selalu melakukan setiap perkara yang bermanfaat bagi agama dan dunia.
Hadits ketiga, mengatur tentang hak-hak keluarga dan jiran tetangga, berlaku baik dalam pergaulan dengan orang lain, meninggalkan sifat-sifat ego dan sombong, dan membuang sifat iri, dengki dan benci, dari hati masing-masing.
Hadits keempat merupakan dasar utama bagi pengetahuan tentang halal haram, serta cara memperoleh atau mencapai sifat wara', iaitu dengan cara menjauhi hal-hal musykil yang samar dan masih diperbahaskan status hukumnya oleh para ulama.
Dengan hadits ini nyatalah bahawa keempat hadits di atas, secara umum, telah cukup untuk membawa dan menciptakan kebahagiaan.
Komen Para Ulama Mengenai Kitab Sunan Abu Daud
Ramai kalangan ulama yang memuji kitab Sunan ini. Hujjatul Islam, Imam Abu Hamid al-Ghazali berkata: "Sunan Abu Daud sudah cukup bagi para mujtahid untuk mengetahui hadits-hadits ahkam." Demikian juga dua imam besar, An-Nawawi dan Ibnu al-Qayyim Al-Jauziyyah memberikan pujian terhadap kitab Sunan ini bahkan beliau menjadikan kitab ini sebagai pegangan utama di dalam pengambilan hukum.
Hadith-hadith Sunan Abu Daud yang Dikritik
Imam Al-Hafiz Ibnu al-Jauzi telah mengkritik beberapa hadits yang dicantumkan oleh Abu Daud dalam Sunannya dan melihatnya sebagai hadits-hadits maudhu' (palsu). Jumlah hadits tersebut sebanyak 9 buah hadith. Walaupun demikian, Ibnu al- Jauzi itu dikenali sebagai ulama yang terlalu mudah mengatakan "palsu", namun kritik-kritik telah ditanggapi dan sekaligus dibantah oleh sebahagian ahli hadits, seperti Jalaluddin as-Suyuti.
Dan andaikata kita menerima kritik yang dilontarkan Ibnu al-Jauzi tersebut, maka sebenarnya hadits-hadits yang dikritiknya itu sedikit sekali jumlahnya, dan hampir tidak ada pengaruhnya terhadap ribuan hadits yang terkandung di dalam kitab Sunan tersebut. Kerana itu kami melihat bahawa hadits-hadits yang dikritik tersebut tidak mengurangi sedikit pun nilai kitab Sunan sebagai rujukan utama yang dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya.
Jumlah Hadits Sunan Abu Daud
Di atas telah disebutkan bahawa isi Sunan Abu Daud itu memuat hadits sebanyak 4,800 buah hadits. Namun sebahagian ulama ada yang menghitungnya sebanyak 5,274 buah hadits. Perbezaan jumlah ini kerana sebahagian orang yang menghitungnya memandang sebuah hadith yang diulang-ulang sebagai satu hadits, namun yang lain menganggapnya sebagai dua hadits atau lebih. Dua jalan periwayatan hadits atau lebih ini telah dikenal di kalangan ahli hadits.
Abu Daud membahagi kitab Sunannya menjadi beberapa kitab ( Kategori Tajuk ), dan tiap-tiap kitab dibahagi pula ke dalam beberapa bab. Jumlah kitab sebanyak 35 buah, di antaranya ada 3 kitab yang tidak dibahagi ke dalam bab-bab. Sedangkan jumlah bab sebanyak 1,871 buah bab.
Sumber:
1. Kitab Hadith Shahih yang Enam, Muhammad Muhammad Abu Syuhbah.
2. http://www.skdoj.net/index.php?option=com_content&view=article&id=186:sejarah-hidup-6-enam-tokoh-penghimpun-hadith&catid=72:artikel&limitstart=3 dengan sedikit pengubahsuaian bahasa agar mudah difahami.
No comments:
Post a Comment